Diduga Ada Penyalahgunaan Wewenang Jabatan oleh Oknum Anggota DPRD Kabupaten Pandeglang Telah Berdampak Kedaruratan Sistem Hukum

Diduga Ada Penyalahgunaan Wewenang Jabatan oleh Oknum Anggota DPRD Kabupaten Pandeglang Telah Berdampak Kedaruratan Sistem Hukum

Saprudin MS
Oleh: Saprudin MS | Pendapat Interpretatif.

Disinyalir adanya skandal konsfirasi dalam pelaksanaan program Bantuan Presiden (Banpres) Produktif Usaha Mikro (BPUM) di Kabupaten Pandeglang Banten, ditenggarai oleh sebab adanya penyalahgunaan wewenang jabatan ‘Abuse of Power’ oleh oknum anggota Komisi III DPRD Kabupaten Pandeglang. Politisi Partai Demokrat berinisial nama HRF (Haji RainFakhrudin).

Jika menelisik latar belakang permasalahannya, BPUM merupakan kebijakan pemerintah pusat untuk mengatasi terpuruknya perekonomian nasional yang terdampak pandemi global Covid-19. Sehingga dapat diklasifikasikan BPUM termasuk dalam program penanggulangan bencana, bersipat darurat, sasarannya adalah warga masyarakat pelaku usaha kecil dan menengah.

Ironi, ketika kebijakan pemrintah pusat memberikan bantuan untuk penanggulangan bencana pandemi Covid-19 malah menjadi tumbuh subur praktek percaloan dan pungli yang sangat brutal, arogan, liar dan terstruktur.

Lebih ironi dan memprihatinkan, peraktek percaloan dan pungli BPUM itu oleh oknum pejabat publik (anggota DPR) dan secara langsung telah menimbulkan kedaruratan baru yang cukup serius.

Pertama; Darurat percaloan dan pungli yang merajalela. Padahal selama ini dari jauh waktu sebelumnya, pemerintah telah membentuk Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar (Satgas Saber Pungli) berdasarkan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 87 Tahun 2016. Presiden Jokowi menjadi popular (terkenal) sebagai sosok pemimpin yang merakyat dan peduli nasib dan kepenting rakyat dengan kebiasaan melakukan Sidak (inspeksi mendadak), suka blusukan, dan pernyataan-pernyatannya yag kontroversial.

Presiden Jokowi pernah berjanji dan meyatakan “Jika ada aparatur pemerinah dalam melakukan layanan masyarakat melakukan pungutan liar (pungli), besarnya Rp.10.000.- (sepuluh ribu rupiah) saja, dan diketahui atau dilaporkan kepada Presiden, maka konsekwensinya akan dipecat”.

Kemudian sekarang ini sedang ngetrend vidio Presiden menelpon Kapolri minta diatasi praktek premanisme dan pungli pada para Sopir di Pelabuhan Tanjung Priok.

Pertanyaannya, seberapa besar pungli para preman Plabuahan terhadap para Sopir? Sedangkan Pungli pada BPUM mencapai Rp. 400.000.- Rp.500.000.- Rp.700.000.- Rp.1.000.000.- Rp.1.400.000.- dari besar bantuan Rp.2.400.000.- pada tahap pertama akhir tajun 2021. Dan Rp.400.000.- sampai Rp.700.000.- dari besar bantuan Rp.1.400.000.- pada tahap berikutnya tahun 2021.

Wajarkah hal ini dibiarkan karena dianggap hal yang wajar karwna program bantuan cuma-cuma dan masyarakat penerima pun ibarat mendapat rizqi nomplok?

Sungguh biadab;
(1) jika ada oknum pejabat pemerintah, pejabat publik menjadi otak intelktualnya atas maraknya pungli dan percaloan BPUM dengan cara menyalahgunakan kewenangan jabatan untuk kepentingan pribadi dan golongannya (sindikat calo BPUM), demi mendapat keuntungan secara materil sebanyak-banyaknya.

(2) jika ada oknum aparat hukum (APH) terlibat konsfirasi sindikat calo dan pungli BPUM sehingga tidak melaksanakan amanah tugas penegakan hukum dengan sebenarnya, apapun alasannya, sehingga laporan-laporan terkait BPUM dipersulit bahkan tidak dilayani sebagai laporan pengaduan hukum.

Yang terjadi di Polres Pandeglang “Aparat kepolisian untuk menerima laporan masyarakat mengenai BPUM;

(1) harus ada izin terlebih dahulu dari atasan; (2) harus mengajukan dulu surat permohonan perlindungan hukum kepada Kapolres.
Kedua; Terjadinya kacaunya sistem penegakan hukum berkeadilan dengan melakukan pembiaran oleh Kepolisian Sektor Cibaliung dan Polres Pandeglang dengan tidak menerima laporan pengaduan korban pungli. percaloan dan pencurian uang milik pribadi warga Desa Cibingbin berasal dari Program BPUM.

Sehingga Polri sepertinya sudah tidak relevan lagi dengan fungsi dan kewajibannya sebagaimana UU 2/2002 tentang Kepolisian RI adalah memelihara keamanan dan ketertiban di dalam negeri, memelihara ketertiban masyarakat, melaksanakan penegakan hukum, mengayomi, melindungi dan melayani masyarakat.

Dibalik kebobrokan sistem yang menimbulkan situasi darurat itu ternyata (diduga) ada oknum anggota DPRD yang memainkan peran signifikan sebagai aktor intelektual. Padahal sebagai wakil rakyat seharusnya HRF berdedikasi untuk membantu pemerintah dengan mendukung program yang bersipat membangun perekonomian masyarakat yang terpuruk akibat adanya vandemi Covid-19 dengan mendukung program BPUM supaya tepat menyentuh pada sasarannya.

Hal itu sebagaimana harapan dan arahan Dewan Pimpinan Cabang Partai Demokrat (DPC) Kabupaten Pandeglang, H. Yoyon Sujana, S.E. menanggapai pemberitaan terkait, Yoyon mengatakan “Kader Partai Demokrat yang ada di Parlemen atau Pemerintahan harus aspiratif dan membela/melindungi hak-hak rakyat terutama masyarakat konstituennya, bukannya memainkan peran yang amoral sebagai otak intelektual yang menimbulkan kebobrokan program BPUM dengan tujuan untuk meraih keuntungan pribadi, keluarga dan golongannya (kelompok calo BPUM), untuk itu Yoyon mengaku akan melaporkan kasus HRF terkait skandal konfirasi kasus BPUM kepada atasannya DPD dan DPP (tentu tujuan untuk pertimbaagan mengambil tindakan politis).

Previous Ketua DPD LSM GIB Banten Heri Ruswandi: Terima Kasih Kepada Wartawan yang Mengungkap Konfirasi Kasus BPUM.

RED.

banner 468x60

Subscribe

Thanks for read our article for update information please subscriber our newslatter below

No Responses

Leave a Reply